Kades Braja Mulya Diduga Lakukan Tindak Pidana, Ini Statement Ketua PPWI Lampung Timur.

Detikinvestigasi.com. Lampung Timur – Dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang menyeret Sujarno, Kepala Desa (Kades) Braja Mulya, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur, semakin menjadi sorotan publik. Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan tetap mempertahankan jabatan rangkap Ahmad Sofyan sebagai Kasi Pemerintahan sekaligus Admin atau Operator Desa, Jum’at (07/03/2025).

Kasus ini disinyalir bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi berpotensi merugikan keuangan negara akibat penggajian ganda yang tidak sesuai aturan. Dugaan manipulasi dokumen administratif desa pun semakin menguat.

Sopyanto, yang kerab disapa Bung Fyan selaku Ketua DPC PPWI Kabupaten Lampung Timur, menegaskan bahwa tindakan Kades Sujarno telah mengarah pada tindak pidana dan harus diusut secara hukum.

“Apa yang dilakukan oleh Kades Sujarno ini sudah masuk kategori tindak pidana. Ada unsur penyalahgunaan wewenang, penggajian ganda, dan dugaan manipulasi data. Aparat penegak hukum tidak boleh diam dan harus segera bertindak!” tegasnya.

Saat dikonfirmasi, Kades Sujarno mengakui bahwa Ahmad Sofyan selama 4 tahun memang merangkap jabatan sebagai Kasi Pemerintahan sekaligus Admin atau Operator Desa.

Namun, ia berdalih bahwa keputusan itu diambil karena SDM didesanya rendah dan tidak ada orang lain yang mampu mengoperasikan komputer di desa tersebut.

“Di desa ini, hanya Ahmad Sofyan yang bisa mengoperasikan komputer. Makanya, dia saya tugaskan juga sebagai operator desa agar administrasi tetap berjalan,” ujar Sujarno.

Pernyataan ini justru memicu kritik tajam dari berbagai pihak. Banyak yang menilai bahwa alasan tersebut tidak masuk akal dan justru mencerminkan adanya praktik nepotisme serta ketidaktransparanan dalam pengelolaan pemerintahan desa.

“Alasan Ini sangat aneh, di jaman modern ini, satu desa hanya satu orang yang bisa komputer. Kalau memang masalahnya ada di SDM, harusnya ada pelatihan atau rekrutmen terbuka, bukan malah membiarkan satu orang merangkap dua jabatan dan menerima gaji ganda,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Ketua DPC PPWI Lampung Timur, Sopyanto, menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana yang dilakukan Kades Sujarno setidaknya meliputi tiga aspek utama:

1. Penyalahgunaan Wewenang

Melanggar Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yang mengatur bahwa penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara dapat dijerat pidana hingga 20 tahun penjara.

Indikasi:

Kades diduga sengaja mempertahankan jabatan rangkap Ahmad Sofyan untuk kepentingan kelompok tertentu.

Pengelolaan administrasi dan keuangan desa tetap dalam kendali orang-orang tertentu.

2. Penggajian Ganda Berpotensi Korupsi

Melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor, yang menyatakan bahwa siapa pun yang memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara dapat dipidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

Indikasi:

Ahmad Sofyan disinyalir menerima gaji ganda dari APBN/APBD, yang secara hukum tidak diperbolehkan.

Berpotensi mengakibatkan kerugian negara karena adanya pengeluaran anggaran yang tidak sah.

3. Dugaan Pemalsuan Dokumen Administrasi Desa.

Jika terbukti ada manipulasi data atau dokumen administratif untuk melegitimasi jabatan rangkap ini, maka bisa dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen, dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara.

Indikasi:

Adanya kemungkinan rekayasa dokumen agar rangkap jabatan ini terlihat sah.

Potensi pelanggaran administrasi dalam pengelolaan keuangan desa.

Dalam kasus ini, Kades Sujarno juga berpotensi melanggar aturan terkait gaji perangkat desa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perangkat desa dilarang menerima penghasilan ganda dari sumber dana APBN/APBD jika tidak sesuai ketentuan.

Aturan lain yang menguatkan larangan ini, adalah:

UU Tipikor Pasal 3 (Penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri dapat dipidana).Dengan dasar hukum ini, penggajian ganda yang terjadi dalam kasus ini berpotensi sebagai tindak pidana korupsi yang harus diusut secara hukum.

Sopyanto, Ketua DPC PPWI Kabupaten Lampung Timur, berharap Inspektorat, serta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut kasus ini secara transparan dan profesional.

“Kami akan berkoordinasi dan meminta Inspektorat maupun APH untuk turun tangan. Jika memang ada pelanggaran hukum yang serius, maka harus diproses sesuai aturan yang berlaku. Jangan sampai keuangan desa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu!” tegasnya.

Sopyanto juga menekankan bahwa penyelesaian kasus ini tidak cukup hanya dengan memberhentikan Ahmad Sofyan dari salah satu jabatan Kasi Pemerintahan maupun Admin Desa.

“Tindakan ini sudah terjadi selama bertahun-tahun, dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Konsekuensi hukum harus tetap berjalan, dan Kades Sujarno harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum,” lanjutnya.

Kasus ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tetapi dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan negara dan masyarakat desa.

Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin praktik serupa akan terjadi di desa-desa lain dengan dalih yang sama.

Kini, semua mata tertuju pada aparat penegak hukum—apakah mereka berani menindak tegas dugaan pelangg

aran ini atau justru membiarkannya berlalu tanpa keadilan?

(Tim)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *