Paska Putusan MK,MK Copot Anwar Usman Terbukti Melakukan Pelanggaran Berat Terhadap Kode Etik.

Detikinvestigasi.com.Jakarta.

Catatan :Dr. Suriyanto Pd, SH,MH,M.Kn.

MK telah menjatuhkan hukuman terhadap Anwar Usman dari jabatan Ketua MK, karena terbukti telah melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan perilaku Hakim Konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, dalam prinsip ketidak berpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan, kesetaraan dan kesopanan serta aspek integritas dan infrasialitas seorang Hakim, pada sidang putusannya di gedung MK, selasa (07/11/23)

Sejalan dengan putusan MK MK tersebut, terbukti putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, jelas secara subtansi juga mempersoalkan pasal yang sama pada putusan sebelumnya yaitu Nomor, 29,51 dan 55, yang secara tegas ditolak karena bukan kewenangan MK, tetapi MK dalam persidangan yang diketuai oleh Anwar Usman justru mengabulkan sebagian permohonan pemohon pada perkara Nomor 90, dengan menambahkan norma baru pada syarat calon presiden dan wakil presiden. Dalam konteks ini jelas MK telah melakukan praktik Cherry-Picking jurisprudence (subjektifitas hakim dalam membuat putusan) dengan menafsirkan open legal policy, menjadi constitutional policy yang jelas bukan kewenangan nya, hal ini saja sudah cacat formil dan materil.

Anwar juga melakukan benturan kepentingan karena putusannya digunakan oleh Gibran selaku ponakannya maju mejadi calon wakil presiden tahun 2024.

Jelas dan terang MK sesungguhnya telah mengabaikan amanat konstitusi dan tidak taat serta patuh pada aturan yang sesungguhnya, padahal pada pasal 6 ayat (2) UUD NRI 1945 telah diatur secara jelas bahwa ; calon presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang (primary rules).

Dan sudah benar bahwa batas usia calon presiden dan wakil presiden ( minimum dan maksimum) diatur pada undang-undang ( scunder rules ) karena itu MK tidak boleh mengabulkan permohonan Almas mahasiswa surakarta ini, dengan menambah norma baru pada putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Logika Hukum yang tidak tepat digunakan MK dengan menggunakan frasa baru termasuk pilkada yang sangat tendensius, seharusnya setelah putusan MK MK yang membuktikan pelanggaran etik berat oleh Anwar Usman dan putusan Nomor 90 puluh syarat dengan kepentingan serta cacat formil dan materil harusnya putusan tersebut batal demi hukum tidak dapat digunakan. Hukum jangan di belokan kekanan ke kiri untuk kebenaran konstitusi dan demokrasi, rakyat Indonesia harus paham dan peduli dengan yang terjadi saat ini.

(Jgd/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *